Home » LBH APIK Sulsel Kampanye Refleksi Gerakan Perempuan Merespon Meningkatnya Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan dan Perkawinan Anak di Masa Pandemi Covid-19 di Gamasi

LBH APIK Sulsel Kampanye Refleksi Gerakan Perempuan Merespon Meningkatnya Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan dan Perkawinan Anak di Masa Pandemi Covid-19 di Gamasi

by LBH APIK SULSEL

Makassar – 8 Maret setiap tahunnya di peringati sebagai Hari Perempuan Internasional (IWD). Peringatan Hari Perempuan ini sebagai salah satu bentuk apresiasi kepada perempuan-perempuan yang telah memperjuangkan Hak-Hak Perempuan dan Ketidakadilan terhadap perempuan.

Berkaitan dengan hal tersebut, LBH APIK Sulsel sebagai salah satu Lembaga yang juga peduli memperjuangkan hak perempuan khususnya yang terkait Kekerasan Berbasis Gender(KBG) terhadap perempuan dan anak perempuan menggelar talkshow di Radio Gamasi, senin (8/3/2021).

Hadir sebagai narasumber, yakni Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Sulsel, Rosmiati Sain dan Nuraeni selaku Koordinator Forum Paralegal LBH APIK Sulsel.

Mengusung tema, Refleksi Gerakan Perempuan Merespon Meningkatnya Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan dan Perkawinan Anak di Masa Pandemi Covid-19, LBH APIK Sulsel  mencatat ada 331 kasus kekerasan yang ditangani Bersama paralegal dimasa Pandemi Covid 19.

“Di masa pandemi covid-19 tahun 2020 hingga sekarang terjadi banyak Kekerasan Berbasis Gender(KBG) dan online terhadap perempuan dan anak perempuan, ” Jelas Rosmiati Sain.

Menurutnya, selama pandemi covid-19 angka perceraian menurun, namun justru pernikahan anak dibawah umur meningkat. Data  Komnas Perempuan 2021, maraknya perkawinan anak di masa pandemi cukup mengejutkan, tingginya angka Dispensasi Kawin secara Nasional tahun 2020 mencapai 64.211 mengalami peningkatan yang luar biasa dari tahun 2019 sebesar 23.126 kasus.

Rosmiati menyebutkan, untuk menghentikan terjadinya perkawinan anak demi melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dan pemenuhan hak Anak, sekarang ini sudah ada perubahan undang-undang No 1 1974 menjadi Undang-Undang no 16 tahun 2019 tentang perkawinan khususnya pada pasal 7 khususnya pada pasal 7, menaikkan usia perkawinan bagi perempuan menjadi 19 tahun yang disamakan dengan laki-laki.

Adanya perubahan UU Perkawinan terkait batas usia diharapkan dapat menurunkan angka perkawinan anak dan menghentikan praktek perkawinan anak, agar dapat menghasilkan generasi emas yang terbebas dari kekerasan.  Selain menaikkan batas usia perkawinan, hal lain pada pasal 7 yang diubah adalah “Dispensasi hanya dapat diajukan bila ada alasan yang mendesak disertai dengan bukti-bukti yang cukup dan pemberian dispensasi oleh pengadilan agama wajib mendengarkan pendapat kedua calon mempelai pengantin”. Revisi UU no 16 th 2019 didukung dikeluarkannya Perma no 5 th 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.

Sementara itu, Nuraeni selaku para legal di LBH APIK Sulsel menyebutkan ada 50 posko pengaduan masyarakat yang di tempatkan di 14 kecamatan di Kota Makassar, ” Kami Paralegal di Komunitas melakukan Pencegahan, Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Pemberdayaan Ekonomi, ” Kata Nuraeni.

Sepanjang talkshow berlangsung, cukup banyak animo sambaluk Gamasi yang bergabung. Salah satunya, parelloi seorang penghulu dari wilayah Galesong Gowa, mengakui kurangnya jumlah masyarakat yang mendaftarkan anaknya untuk menikah yang masih dibawah umur, dikarenakan persyaratan yang cukup banyak. Namun, tidak dipungkiri ada saja masyarakat yang datang ke pihaknya untuk minta dispensasi nikah.

Diakhir perbincangan yang disiarkan secara langsung tersebut, Rosmiati Sain menambahkan, Kegiatan ini adalah Program Creating Spaces yakni Ciptakan Ruangmu Ciptakan Perubahanmu Untuk Menghentikan Kekerasan Terhadap Perempuan. (*)

 

Sumber: radiogamasi.com

Related Articles